HIMAS BERASASKAN ISLAM, KENAPA TIDAK?
(Sebuah Ajakan Berdiskusi Lebih Lanjut Atas Gagasan Ketua Presidium)
Oleh : Rahmatul Ummah
(Mahasiswa S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah FISIP Universitas Lampung)
Ada beberapa hal yang menurut saya menarik dari tulisan Minhadzul Abidin Ketua Presidium HIMAS Pusat. Pertama, Inklusif. Semangat keterbukaan yang melahirkan sikap toleran terhadap nilai-nilai berbeda yang tidak dilembagakan dalam satu agama tertentu, hal itu tampak di saat beliau memberikan interpretasi bahwa Islam tidak sebatas agama, tetapi juga norma dan nilai. Kedua, Universal. Penangkapan tentang esensi dari ajaran-ajaran Islam yang universal begitu tampak dalam tulisan beliau, bahwa pada dasarnya kehadiran Islam bukan hanya untuk orang Islam, tetapi harus mampu menjadi agama (baca; nilai) rahmatan lil’alamin (pengayom terhadap alam semseta), tulisan tersebut menjadi tonjokan telak terhadap muslim (baca; orang Islam) yang sering mereduksi perilaku keberagamaan mereka dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan petunjuk Islam (baca; Al Qur’an dan Hadits). Misalnya, mengajak orang yang ’dianggap’ tersesat (baca; mad’u) untuk menjalankan kebenaran sering dengan cara-cara penuh kebencian, sehingga lebih sering pesan dakwah gagal terkirim (Message Error), atau juga ada yang mempersepsikan kasih sayang secara berlebihan, sehingga merasa perlu menyediakan kamar kostnya untuk menginap kekasihnya, (pertanyaan; ini rahmatan lil alimin atau budak nafsu ya?)
Yang perlu menjadi catatan kita bersama, walaupun HIMAS adalah organisasi yang berlatar belakang primordial (karena hanya untuk orang-orang dalam wilayah Sapeken) tetapi HIMAS tidak hanya dimiliki oleh satu kelompok, HIMAS lebih plural. Aktifis HIMAS berasal dari berbagai macam latar belakang keyakinan madzhab kelompok Islam. Hal ini bisa menjadi kekayaan potensi HIMAS, jika dikelola dengan baik, sekaligus bisa menjadi ancaman besar, jika sebagian anggota HIMAS masih berfikir tertutup (ekslusif) dan terjebak pada truthclaim (klaim kebenaran).
Oleh karena itu bicara tentang asas, adalah sebuah proses akomodatif dan kompromi terhadap keyakinan yang beragam, selama tidak membelokkan kebenaran mutlak. Tidak boleh ada satupun orang yang merasa dipaksa atau memaksa orang lain untuk berteduh dalam kerindangan organisasi HIMAS, semua orang harus merasa nyaman dan memiliki HIMAS sebagai rumah bersama. Artinya, setiap kebijakan HIMAS harus dirumuskan secara partisipatif, transparan dan akuntabel.
Partisipasti, berarti semua anggota HIMAS harus terlibat dalam setiap pembuatan kebijakan. Untuk itu disediakan ruang dan waktu sebagai institusi pengambilan keputusan tertinggi, yang seluruh anggota HIMAS memiliki hak yang sama untuk menerima atau menolak kebijakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Transparan, adalah prinsip keterbukaan. Tidak boleh ada satupun kebijakan yang manipulatif dan ditutup-tutupi dari seluruh anggota. Tidak ada rekayasa kepentingan yang bisa menggusur kepentingan yang lain, semua harus dibicarakan secara terbuka, sehingga apapun yang diputuskan oleh HIMAS sebagai kesimpulan akhir, adalah kepentingan bersama, dan menjadi kewajiban bersama untuk menjalankan dan melaksanakannya.
Akuntabitas, bertanggung jawab. Artinya apapun kebijakan yang telah diputuskan HIMAS harus (wajib) dilaksanakan secara bertanggungjawab oleh seluruh anggota HIMAS sampai lahirnya kebijakan baru HIMAS yang diambil dalam forum setingkat.
Oleh karena itu, perdebatan tentang kebijakan HIMAS (termasuk asas) merupakan sebuah proses politik tarik menarik kepentingan, dimana anak-anak muda di dalamnya dituntut untuk lebih arif menerima setiap perbedaan, sekaligus berlapang dada untuk menerima kebijakan yang merupakan keinginan dari kelompok mayoritas, selalu tidak menjadi tirani. Sehingga setiap kebijakan yang ditetapkan tidak lagi menjadi milik kelompok tertentu, tetapi milik bersama anggota HIMAS.
Interpretasi akal terhadap ayat-ayat Tuhan, meniscayakan beberapa kelemahan yang menghalalkan setiap orang untuk berbeda terhadap tafsir yang diproduksi akal tersebut, karena tidak ada satupun orang yang berhak untuk mengklaim paling benar tafsirannya terhadap teks-teks suci, dengan menafikan kebenaran orang lain. Tarik menarik argumentasi tentang kewajiban dan ketakwajiban HIMAS berasaskan Islam adalah hal yang absah.
Saya hanya menganjurkan untuk senantiasa mendahulukan segala sesuatu yang mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar, dan mengenyampingkan dahulu hal-hal yang bisa mendatangkan kemudharatan terhadap eksistensi HIMAS (dar’u al mafasid wa jalib al mashalih) sebagai landasan berfikir HIMAS.
Sebagai alumni, tidak ada satupun niatan untuk terlalu jauh mengintervensi kebijakan yang telah dan akan dibuat HIMAS, seluruh anggota HIMAS adalah pribadi-pribadi yang mandiri dari kelompok intelektual muda.
Secara kongkrit saya hendak menyampaikan, jika Islam sebagai asas sanggup menjadi katalisator (perekat) antar anggota HIMAS, dan bisa menghindarkan HIMAS dari kemudharatan yang lebih besar, maka asas Islam adalah pilihan terbaik HIMAS. Tapi, sebaliknya jika asas Islam menjadi penyebab perpecahan dan kemudharatan yang lebih besar menimpa HIMAS, maka asas Islam bukan menjadi pilihan terbaik buat HIMAS. Bukankah universalisme ajaran Islam itu selalu memberikan dampak terbaik terhadap orang-orang yang istiqomah (berdiri tegak memegang kebenaran universal)? Dan bukankah kebenaran universal Islam itu yang pada satu sisi dia sukses menuhankan Tuhan, dan di sisi lain berhasil memanusiakan manusia?
Islam dalam pandangan saya, adalah sistem nilai yang bekerja untuk kebaikan dan kesejahteraan makhluk (manusia dan seluruh isi alam), jika HIMAS memiliki komitmen keummatan yang jelas untuk kesejahteraan masyarakat kepulauan, maka sesungguhnya HIMAS telah melakukan internalisasi nilai-nilai Islam dalam setiap individu anggotanya. HIMAS tidak perlu merasa terganggu dengan simbolisasi asas Islam, karena bisa jadi asas Islam menjadi alat ukur keberhasilan mission secret HIMAS. So, Islam dicantumin atau tidak dicantumin menjadi asas HIMAS seluruh masyarakat kepulauan akan tetap menunggu kinerja dari organisasi ini. Belajarlah menyetubuhi realitas, bukan hanya beronani dengan teori dan diskusi dari meja ke meja. Dengan begitu, kita bisa mengetahui tingkat kenikmatan perjuangan.
Kawan-kawan HIMAS, saya yakin sudah cukup cerdas untuk bisa mengambil sikap sendiri, mengerti pendapat mana yang diluar ambang toleransi dan mana yang bisa didamaikan, sehingga mudharatnya terhadap organisasi bisa diminimalisir. Wallahu a’lam.
Sukses HIMAS, Sejahtera Masyarakat Kepulauan, Kebangkitan Baru Anak-Anak Nelayan. Matappe sallah limongan ka lahat . Ngurrangiku kimowat nyayaloh pupok aha memon madialan Kabupaten Kepulauan Sapekkan.
Catatan :
Satatohone serri ku na nulis makai baun same, tapi mamalaku ku, barah nia sadirian makite tabeya mace tulisan itu, sahingge talatto atai beke pikkiranne nabangan kite memon, ngambangun pulaute...........Sallah limonganku kakahan memon tekke ma lampung. (Uung Saur – 0817324277)